
Film menjadi salah satu alat promosi. Sangat mungkin. Malah film dapat menjadi alat promosi tanpa harus terlalu terasa sebagai media yang sedang memromosikan atau meyampaikan suatu pesan. Beda dengan suatu iklan yang jelas-jelas tugasnya adalah memromosikan suatu produk atau jasa. Meski ada juga film yang sangat nyata memromosikan sesuatu. Misalnya seperti film 22 Menit.
Di dalam film yang dibesut oleh Eugene Panji ini sangat terasa pesan promonya, yaitu Polri yang sebagai pelindung masyarakat terutama dalam kejadian aksi teror. Dengan mengangkat kejadian pemboman di Jalan Thamrin pada Januari 2016, film ini begitu kuat pesan untuk menyiarkan kehebatan Polri dalam insiden tersebut. Pesan yang dalam film ini sepertinya cuma satu, yaitu: dalam waktu 22 menit, Polri dapat menumpas para pelaku pemboman di jalan Thamrin, Jakarta. Tidak ada pesan lain. Cerita dalam film ini terkesan kurang kuat selain dari narasi kehebatan Polri tadi.
Apakah salah jika film ini menjadi alat promosi kekuatan Polri? Sama sekali tidak. Seperti yang disampaikan di atas, bahwa memang sudah seharusnya dalam melakukan promosi, sosialisasi, atau advokasi di zaman now ini salah satu caranya adalah dengan menggunakan media film. Tentu pertanyaan yang tersisa adalah apakah memang film ini bertujuan untuk bercerita tentang Polri atau hanya kebetulan saja? Perlu ditanya langsung ke filmmaker-nya.